Channel Indonesia – KH Agus Salim merupakan seorang pahlawan kemerdekaan yang berperan penting di balik pengakuan kedaulatan Indonesia oleh negara-negara lain setelah merdeka.
Memiliki nama Masyhudul Haq (Pembela Kebenaran) yang lahir dari tanah Minang di Kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 8 Oktober 1884. Ayahnya bernama Sutan Muhammad Salim, seorang jaksa tinggi daerah Riau.
Agus Salim bisa dikatakan merupakan sebuah nama panggilan yang tidak disengaja. Berawal ketika Masyhudul Haq masih kecil, saat itu ia diasuh oleh seorang pembantu dari Jawa yang memanggilnya dengan sebutan “Den Bagus” yang kemudian diperpendek menjadi “Gus” dan akhirnya orang-orang di sekitarnya memanggilnya dengan sebutan “Agus”.
Terlepas dari ayahnya yang merupakan jaksa di daerah Riau. Agus Salim merupakan seorang tokoh kemerdekaan yang sedari kecil sudah menunjukkan kecerdasannya.
Pada usia mudanya, KH Agus Salim menguasai sedikitnya 7 bahasa asing yaitu Belanda, Inggris, Arab, Turki, Prancis, Jepang, dan Jerman. Pada 1903, Agus Salim lulus dari Hogere Burgerschool (HBS) di usia 19 tahun dengan predikat lulusan terbaik di tiga kota, yaitu Surabaya, Semarang, dan Jakarta.
Keduanya gigih menuntut pemerintah kolonial Hindia Belanda agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). Jelang Proklamasi Kemerdekaan, KH Agus Salim berperan sebagai salah satu anggota Panitia Sembilan dalam BPUPKI.
Sebelum berkecimpung dalam kegiatan politik melalui Sarekat Islam, hidup Agus Salim cukup gelisah. Ia berpindah-pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Awalnya, KH Agus Salim bekerja sebagai penerjemah dan kemudian pembantu notaris. Sesudahnya, ia merantau ke Indragiri dan Riau hingga akhirnya ke Jeddah, Arab Saudi.
Sebagai hasil ijtihad, yang dipeloporinya, maka pandangannya terhadap berbagai masalah agama bercorak tersendiri.
KH Agus Salim menyelidiki Al-Qur’an dan mengadakan perbandingan ajaran-ajaran Islam dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dunia Barat. Akhirnya, ia membuat kesimpulan bahwa kemunduran umat Islam pada kala itu karena salah menafsirkan ajaran Islam.
Dirinya dikenal sebagai diplomat ulung Indonesia dan disegani di kancah Internasional. Bakatnya yang luar biasa dalam menguasai bahasa asing membuat sosoknya gemilang.
Pada masa awal kemerdekaan, KH Agus Salim turut berperan dalam merancang UUD 1945 bersama 18 orang lainnya yang dipimpin Soekarno. Jasanya yang paling penting adalah misi diplomatiknya yang memperkenalkan negara Indonesia ke luar.
Puncak kemenangan diplomasi Indonesia adalah perjanjian persahabatan dengan Mesir pada 1947. Kepiawaian Agus Salim berdiplomasi ini pun terus dilakukan saat ia menjadi menteri luar negeri di masa Kabinet Sjahrir, Kabinet Amir Sjarifuddin, dan kabinet Hatta.
Di kalangan diplomatik, Agus Salim dikenal dengan julukan The Grand Old Man yakni sebuah bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi.
(Alifah Dhuha/ Dari Berbagai Sumber)