Kiamat, Senin Jadi Hari Terpanas Dunia! Ini Faktanya

Saat itu, suhu global rata-rata mencapai 17,01 derajat Celsius, melampaui rekor Agustus 2016 yang mencapai 16,992 derajat Celcius.

Headline, Konten483 Views

Channel Indonesia – Ahli menyebut peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca (GRK) lainnya ditambah efek fenomena El Nino yang terus meningkat jadi dalang rekor hari terpanas dunia yang terjadi pada Senin (3/7).

Pusat Prediksi Lingkungan Nasional AS (National Centers for Environmental Prediction) menetapkan Senin (3/7/2023) sebagai hari terpanas yang pernah tercatat secara global.

Saat itu, suhu global rata-rata mencapai 17,01 derajat Celsius, melampaui rekor Agustus 2016 yang mencapai 16,992 derajat Celcius.

“Sayangnya, hal ini hanya akan menjadi yang pertama dari serangkaian rekor baru yang dibuat tahun ini karena meningkatnya emisi [karbon dioksida] dan gas rumah kaca, ditambah dengan peristiwa El Nino yang terus berlanjut, mendorong temperatur ke level tertinggi,” ujar Zeke Hausfather, ilmuwan di Berkeley Earth, dikutip dari The Guardian.

Sejumlah wilayah mengalami serangan gelombang panas sejak beberapa pekan lalu. AS bagian selatan, misalnya, mengalami panas yang intens dalam beberapa pekan terakhir di tengah cuaca ekstrem yang kemungkinan disebabkan oleh krisis iklim yang disebabkan oleh manusia.

Di beberapa wilayah China, gelombang panas yang berkepanjangan terus berlanjut, dengan suhu mencapai di atas 35 derajat Celcius.

Sementara itu, Afrika Utara mendekati suhu 50 derajat Celsius. Sedangkan di Timur Tengah, ribuan orang menderita panas yang luar biasa terik selama ibadah haji di Arab Saudi.

Wilayah yang mengalami musim dingin seperti Antartika bahkan mencatat suhu yang sangat tinggi, dengan sinar Matahari yang semakin terik dan memicu pencairan gletser yang semakin cepat.

Pangkalan penelitian Vernadsky milik Ukraina di kepulauan di Argentina baru-baru ini memecahkan rekor suhu Juli dengan 8,7 derajat Celsius.

Ilmuwan iklim Friederike Otto dari Grantham Institute for Climate Change and the Environment di Imperial College London, Inggris, mengatakan, “Ini adalah hukuman mati bagi manusia dan ekosistem.”
Krisis iklim nyata

Direktur eksekutif Global Climate and Health Alliance yang berbasis di California Jeni Miller mengatakan krisis iklim sudah menunjukkan dampak yang signifikan pada masyarakat dunia.

“Orang-orang di seluruh dunia sudah mengalami dampak iklim, mulai dari gelombang panas, kebakaran hutan dan polusi udara hingga banjir dan badai ekstrem. Pemanasan global juga memperparah kehilangan hasil panen dan penyebaran penyakit menular, serta migrasi,” ujarnya,

“Ekstraksi dan penggunaan batu bara, minyak dan gas membahayakan kesehatan manusia, merupakan pendorong utama pemanasan dan tidak sesuai dengan masa depan iklim yang sehat.”

Ia pun mendorong pemerintah-pemerintah dunia untuk menegaskan komitmennya di Konferensi Perubahan Iklim PBB 2023 di Dubai (COP28).

“Hal ini menjadi alasan mengapa pemerintah harus bersiap untuk memberikan komitmen di COP28 untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap, dan melakukan transisi yang adil ke energi terbarukan untuk semua,” lanjutnya.(Dari berbagai sumber/Annisa)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *