Channel Indonesia – Sejak kemunculannya, vape kerap dianggap sebagai alternatif rokok yang lebih sehat. Bahkan, banyak perokok yang beralih ke vape dengan harapan bisa berhenti dari kebiasaan merokok yang tak sehat.
Ironisnya, penggunaan vape ternyata bisa lebih adiktif dibandingkan rokok konvensional. Dr Sara Kayat mengungkapkan, aktivitas menghisap rokok melibatkan proses pemanasan cairan vape. Seperti halnya rokok konvensional, cairan ini juga memiliki kandungan nikotin yang bisa memicu adiksi.
“Sering kali, kandungan nikotin yang ditemukan dalam vape lebih tinggi secara signifikan dibandingkan (nikotin) dalam rokok,” jelas dr Kayat,
Semakin tinggi kandungan nikotin, efek adiksi yang ditimbulkan bisa lebih kuat. Oleh karena itu, dr Kayat mengungkapkan bahwa aktivitas menghisap vape atau vaping bisa lebih adiktif dibandingkan merokok.
Seiring temuan tersebut, para ilmuwan di Amerika kini menyerukan pentingnya pengetatan regulasi untuk mengawasi dampak vaping terhadap pernapasan. Pasalnya, efek buruk dari vaping ini bisa dialami oleh siapa pun, dengan atau tanpa riwayat penyakit asma sebelumnya.
Sebagaimana dilaporkan oleh Liverpool Echo, 81 persen peserta penelitian lebih berisiko mengalami mengi jika menghisap rokok elektrik dalam 30 hari terakhir, dibandingkan mereka yang tidak pernah menggunakan produk nikotin sama sekali.
Kondisi tersebut terlihat dari bagaimana mereka merasa kesulitan bernapas saat berlari di tanah datar atau berjalan mendaki sedikit bukit dianggap mengi.
Ditemukan juga gejala bronkitis dua kali lebih besar pada mereka yang menggunakan perangkat sintetis dalam 30 hari terakhir. Gejala yang dimaksud berupa batuk setiap hari selama tiga bulan berturut-turut, menderita bronkitis dalam 12 bulan terakhir, atau mengalami kemacetan atau dahak tanpa pilek.
Mereka yang menggunakan rokok elektrik dalam 30 hari terakhir juga memiliki kemungkinan 78 persen lebih tinggi untuk menderita sesak napas.
(Alifah Dhuha/ Dari Berbagai Sumber)