Channel Indonesia- Penelitian mengungkapkan bahwa bumi berusia lebih tua dari perkiraan saat ini, diperkirakan usia bumi sekitar 27,6 miliar tahun.
Laporan ini berdasarkan sebuah studi baru yang menantang model kosmologis yang dominan dan menyoroti apa yang disebut “masalah awal galaksi yang mustahil”.
“Model kami yang baru dirancang memperpanjang waktu pembentukan galaksi beberapa miliar tahun, membuat alam semesta berumur 26,7 miliar tahun, dan bukan 13,7 miliar tahun seperti yang diperkirakan sebelumnya,” kata penulis Rajendra Gupta, asisten profesor fisika di Fakultas Sains di Universitas dari Ottawa dilansir dari sciencedaily.
Selama bertahun-tahun, para astronom dan fisikawan telah menghitung umur alam semesta kita dengan mengukur waktu yang telah berlalu sejak Big Bang dan mempelajari bintang tertua berdasarkan pergeseran merah cahaya yang berasal dari galaksi jauh.
Galaksi-galaksi ini, yang ada sekitar 300 juta tahun setelah Big Bang, tampaknya memiliki tingkat kedewasaan dan massa yang biasanya diasosiasikan dengan miliaran tahun evolusi kosmik.
Selain itu, ukurannya sangat kecil, menambah lapisan misteri lain pada persamaan. Teori cahaya lelah Zwicky mengusulkan bahwa pergeseran merah cahaya dari galaksi jauh disebabkan oleh hilangnya energi secara bertahap oleh foton pada jarak kosmik yang sangat jauh.
Namun, itu terlihat bertentangan dengan pengamatan. Namun Gupta menemukan bahwa “dengan membiarkan teori ini hidup berdampingan dengan alam semesta yang mengembang, menjadi mungkin untuk menafsirkan kembali pergeseran merah sebagai fenomena hibrid, bukan semata-mata karena ekspansi.”
Selain teori cahaya lelah Zwicky, Gupta memperkenalkan gagasan tentang “konstanta kopling” yang berkembang, seperti yang dihipotesiskan oleh Paul Dirac.
Konstanta kopling adalah konstanta fisik dasar yang mengatur interaksi antar partikel. Menurut Dirac, konstanta ini mungkin bervariasi dari waktu ke waktu. Dengan membiarkannya berevolusi, jangka waktu pembentukan galaksi awal yang diamati oleh teleskop Webb pada pergeseran merah tinggi dapat diperpanjang dari beberapa ratus juta tahun menjadi beberapa miliar tahun.
Ini memberikan penjelasan yang lebih layak untuk tingkat perkembangan dan massa yang lebih tinggi yang diamati di galaksi-galaksi kuno ini. Selain itu, Gupta menyarankan bahwa interpretasi tradisional tentang “konstanta kosmologis”, yang mewakili energi gelap yang bertanggung jawab atas percepatan perluasan alam semesta, perlu direvisi.
Sebaliknya, ia mengusulkan sebuah konstanta yang menjelaskan evolusi konstanta kopling. Modifikasi dalam model kosmologi ini membantu mengatasi teka-teki ukuran galaksi kecil yang diamati di alam semesta awal, memungkinkan pengamatan yang lebih akurat.(Dari berbagai sumber/Annisa)