Komisi III DPR: Aksi Terorisme Turun, Tapi Harus Tetap Waspada

Aksi terorisme mengalami penurunan hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama pada periode 2019-2024.

Konten353 Views

Channel Indonesia – Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), I Wayan Sudirta, mengatakan aksi terorisme mengalami penurunan hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama pada periode 2019-2024. Bahkan kasus terorisme mengalami penurunan sebanyak 56 persen pada tahun 2023.

Hal ini tak lepas dari upaya penindakan dan pencegahan yang dilakukan lembaga-lembaga seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88 Antiteror Polri, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). “Hasil kinerja ini memang boleh dibanggakan dan diberi penghargaan tinggi. Namun tetap tidak boleh menurunkan kewaspadaan,” kata I Wayan Sudirta, saat dihubungi, Selasa, 16 Juli 2024.

Menurut Wayan, kewaspadaan harus dilakukan karena potensi aksi terorisme di Indonesia tetap ada. “Menilik dari berbagai pengalaman yang telah lalu, kasus dan aksi terorisme yang berhasil dicegah atau ditanggulangi oleh BNPT maupun lembaga lainnya, seperti Densus 88 Polri dan TNI, berawal dari beberapa faktor seperti kemiskinan atau ekonomi, ideologi, politik, dan lainnya,” ujar politikus PDI Perjuangan ini.

Wayan mengatakan aksi terorisme sangat menakutkan dan berdampak besar bagi masyarakat. Karena itu, penanggulangan terorisme tidak bisa dilakukan dengan cara seperti penanggulangan kejahatan biasa. Penanggulangannya juga lebih mengedepankan cara-cara pencegahan dan sinergisitas pre-emtif yang tidak seperti metode pencegahan biasa. “Cara-cara luar biasa tersebut dapat tecermin dari peran dan fungsi BNPT yang diatur dalam undang-undang,” ucapnya.

Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme, kata Wayan, disebutkan bahwa BNPT memiliki peran sebagai koordinator kebijakan strategi nasional terkait seluruh program penanggulangan terorisme. Peran ini termasuk mengoordinasikan program kesiapsiagaan nasional, deradikalisasi, kontra-radikalisasi, kerja sama internasional, serta koordinator penegakan hukum dan pemulihan atau perlindungan korban.

Wayan menganggap BNPT sejauh ini telah menjalankan peran penanggulangan terorisme dengan baik. Kendati begitu, ada beberapa hal yang tetap mesti menjadi perhatian. Pertama, mengenai sinergi antara BNPT dengan lembaga lain. Menurut Wayan, sinergisitas merupakan kunci utama keberhasilan BNPT.

“Peran BNPT dalam mengawasi dan mengoordinasikan kegiatan penanggulangan terorisme harus memiliki jangkauan yang luas. Komisi 3 DPR dalam berbagai rapat kerja dengan pemerintah, khususnya BNPT maupun Polri, mengingatkan tentang peran BNPT dan sinerginya dengan lembaga lain di daerah atau wilayah,” kata Wayan.

Menurut Wayan, Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) di pusat maupun daerah bersama dengan masyarakat atau forum terkait lainnya harus bisa melahirkan peran yang lebih aktif dan memiliki kegiatan operasional rutin yang terstandarisasi atau memiliki roadmap. “Kegiatan ini terkadang di beberapa wilayah masih belum optimal. Hal ini tentunya melahirkan celah dalam kesiapsiagaan nasional,” ujar dia.

Kedua, terkait penindakan dan pengungkapan kasus terorisme yang masih bersinggungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Wayan menyebut, ke depannya hal ini akan selalu menjadi topik utama dalam program atau kegiatan penanggulangan terorisme. Menurut dia, undang-undang memberi banyak keleluasaan dalam penindakan dan pengungkapan kasus terorisme. Namun, para pemangku dan pelaksana kebijakan harus sangat berhati-hati, karena hal ini rawan untuk dipolitisasi dan menjadi celah penegakan hukum.

“Netralitas dan independensi harus dikedepankan demi kepentingan bersama sehingga tidak boleh ada celah intervensi, serta harus ada pengawasan melekat pada seluruh insan dan anggotanya, terutama yang ada di lapangan,” ucap anggota DPR asal Bali ini.

Ketiga, mengenai kesiapsiagaan menghadapi perkembangan teknologi dan informasi. Wayan mengatakan banyak masalah yang terkait dengan teknologi, data, informasi digital, dan infrastruktur di ruang siber Indonesia yang sangat rentan dan lemah, termasuk adanya celah-celah yang dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu. “Hal ini tentu menjadi perhatian bagi seluruh pihak dalam mengantisipasi aksi terorisme yang melibatkan dunia maya atau ruang siber,” katanya.

Keempat, terkait perkembangan kejahatan terorganisasi yang volatil, ambigu, random atau acak, dan tidak terprediksi. Hal ini, kata Wayan, tentu juga berpengaruh pada modus atau evolusi kejahatan terorisme, radikalisme, ekstremisme, maupun berbagai eksklusivitas yang ekstrem dalam masyarakat. Menurut dia, kejahatan jenis ini sekarang juga menyasar sektor strategis masyarakat modern seperti ekonomi, keuangan, siber, atau kesehatan, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya serangan teror pada sektor-sektor tersebut.

“Kejahatan kini memanfaatkan teknologi yang sulit untuk terdeteksi seperti penggunaan enkripsi atau uang kripto dalam pendanaan. Hal ini tentu mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan nasional dengan meningkatkan kewaspadaan nasional secara lebih jauh dan komprehensif terhadap berbagai potensi serangan yang lebih progresif dan acak, termasuk kebijakan dan infrastruktur peralatan dalam menghadapi modernisitas aksi teror,” ujar Wayan.

Kelima, mengenai situasi global dan geopolitik. Wayan mengatakan pengaruh lingkungan strategis global dan geopolitik merupakan hal yang harus diwaspadai dengan sebuah penguatan ketahanan nasional. Menurut dia, perang antarnegara seperti Ukraina-Rusia, perang dagang seperti Tiongkok-Amerika Serikat, konflik Palestina-Israel, hingga eksistensi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), masih menjadi topik yang dapat membangkitkan semangat ekstremisme, radikalisme, dan terorisme.

“Ketahanan harus dibangun secara berkelanjutan dan konsisten sehingga masyarakat dapat teruji dalam menghadapi isu dan propaganda permusuhan yang tidak jarang dihadapkan pada negara dan saling benci antarmasyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu, seluruh isu dalam kegiatan masyarakat yang mengarah pada konflik dan pelanggaran HAM sudah sepantasnya juga menjadi perhatian BNPT,” ucap Wayan.

Terkait Hari Ulang Tahun (HUT) BNPT ke-14 pada 16 Juli 2024 ini, Wayan menyebut sebagian besar masyarakat memberi perhatian sekaligus penghargaan kepada BNPT. Ia mengatakan BNPT yang lahir pasca Bom Bali, melalui Perpres Nomor 46 Tahun 2010, telah mengalami berbagai perkembangan dan evolusi serta teruji dengan berbagai tantangan dan pengalaman dalam menghadapi kejahatan terorisme atau kegiatan terkait lainnya.

Menurut Wayan, dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan, kolaborasi masih menjadi kunci, mengingat BNPT juga lahir dari hasil kolaborasi TNI-Polri dan berbagai pihak terkait lainnya. Hal ini karena tugas dan peran BNPT sangat berkaitan dengan sektor pertahanan dan keamanan negara.

“Evolusi dan terobosan serta penetrasi ke berbagai sektor dalam rangka deteksi dini kegiatan terorisme, menjadi tantangan BNPT ke depan. Eksistensi BNPT akan diukur oleh publik, terutama dalam meningkatkan kesiapsiagaan semua pihak dalam menghadapi ancaman terorisme,” ujar Wayan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *